Selasa, 01 Maret 2011

KH.IDEHAM CHALID : ULAMA, PEMIMPIN & POLITIKUS DI 3 ZAMAN


Bangsa Indonesia kembali kehilangan tokoh besar dengan wafatnya mantan Ketua PBNU dan Ketua MPR/DPR KH.Dr. Idham Chalid di Jakarta, Minggu, 11 Juli 2010 dalam usia 88 tahun.
Idham Chalid adalah tokoh bangsa, tokoh agama, tokoh organisasi besar Nahdlatul Ulama (NU), dan juga deklarator sekaligus pemimpin partai, Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pengabdian dan jasa yang telah diberikan oleh putra kelahiran Setui,Tanah Bumbu dan besar di Amuntai ,Kab.Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan 27 Agustus 1922 ini tak akan pernah dilupakan oleh bangsa dan negara ini,
Ia bukanlah sosok yang berasal dari warga kota besar. Ia hanyalah "`putra kampung" yang merintis karier dari tingkat yang paling bawah, sebagai guru agama di kampungnya.
Tapi kegigihannya dalam berjuang, dan kesungguhannya untuk belajar dan menempa pribadi, telah mengantar dirinya ke puncak kepemimpinan nasional yang disegani.


Kalangan pengamat politik Indonesia, banyak mencatat bahwa Idham Chalid merupakan salah seorang dari sedikit politisi Indonesia yang mampu bertahan pada "segala cuaca".
Bekas Ketua Partai Masyumi Amuntai, Kalimantan Selatan ini, dalam Pemilu 1955 berkampanye untuk Partai NU. Dan hasilnya ia menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali-Roem-Idham, dalam usia yang masih sangat belia, 34 tahun.
Sejak itu, Idham Chalid terus- menerus berada dalam lingkaran kekuasaan. Di organisasinya, ia dipercaya warga nahdliyyin untuk memimpin NU di tengah" cuaca politik" yang sulit, dengan memberinya kepercayaan menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziah PBNU selama 28 tahun (1956 - 1984).
Di samping berada di puncak kekuasaan pimpinan NU, ia juga dipercaya menjadi Wakil Perdana menteri II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo (PNI), 1956-1957. Saat kekuasaan Bung Karno jatuh pada 1966, Idham Chalid yang dinilai dekat dengan Bung Karno ini tetap mampu bertahan.
Bahkan oleh Presiden Soeharto, ia dipercaya menjadi Menteri Kesejahteraan Rakyat (1967 - 1970), Menteri Sosial Ad Interim (1970-1971) dan setelah itu Ketua MPR/DPR (1971-1977) dan Ketua DPA (1977 -1983).
Ketika partai-partai Islam berfusi dalam Partai Persatuan Pembangunan, pada tanggal 5 Januari 1973, bekas guru agama Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, Jawa Timur ini menjadi ketua, sekaligus Presiden PPP.
Sementara dari sisi wawasan keilmuwan dan kemahiran, sosok Idham Chalid dikenal sebagai ulama yang mahir berbahasa Arab, Inggris, Belanda, dan Jepang.
Ia juga menyandang gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo. Sungguh Idham Chalid merupakan khazanah yang tak ternilai bagi bangsa ini, khususnya PPP, tulis buku yang diterbitkan Pustaka Indonesia Satu itu.
Menurut Arief Mudatsir Mandan, langkah-langkah cerdik dan cermat yang dilakukan oleh pemimpin seperti KH Idham Chalid semacam itu perlu dipelajari oleh generasi sekarang ini.
Kerendahan hati merupakan sifat Kiai Idham Chalid, tidak hanya pada para kiai, pada orang biasa pun bisa bergaul dengan supel. Ia selalu menjalin hubungan dengan berbagai kalangan dan akrab dengan siapa saja.
Sikap ramah dan simpatik itulah salah satu modal kesuksesan kepemimpinannya sehingga bertahan dalam waktu yang cukup lama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar